ASPEK DAN KEDUDUKAN HUKUM PAJAK DI INDOENSIA

Pengertian Hukum Pajak

Hukum pajak, dalam bahasa Inggris, disebut tax law. Dalam bahasa Belanda hukum pajak disebut belasting recht. Di Indonesia selain digunakan istilah hukum pajak, juga digunakan istilah hukum fiskal. Sebenarnya hukum pajak dengan hukum fiskal memiliki substansi yang berbeda. Hukum pajak hanya sekadar membicarakan tentang pajak sebagai objek kajiannya, sedangkan hukum fiskal meliputi pajak dan sebagian keuangan Negara sebagai objek kajiannya.

Hukum pajak dalam arti luas adalah hukum yang berkaitan dengan pajak. Hukum pajak dalam arti sempit adalah seperangkat kaidah hukum tertulis yang memuat sanksi hukum. Hukum pajak sebagai bagian ilmu hukum tidak lepas darisanksi hukum sebagai substansi di dalamnya agar Pejabat Pajak maupun Wajib Pajak menaati kaidah hukum. Sanksi hukum yang dapat diterapkan berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.

R. Santoso Brotodihardjo menyatakan bahwa hukum pajak yang juga disebut hukum fiscal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang Pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak (Wajib Pajak).

Rochmat Soemitro menyatakan hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan hukum antara Pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata lain, hukum pajak menerangkan :
  1. Siapa yang menjadi Wajib Pajak atau subyek pajak; 
  2. Apa kewajiban mereka terhadap Pemerintah; 
  3. Hak-hak Pemerintah; 
  4. Objek-objek yang dikenakan pajak;
  5. Timbul dan hapusnya hutang pajak; 
  6. Cara penagihan hutang pajak; 
  7. Cara mengajukan keberatan / banding; 
  8. Dan lain-lain. 

Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa hukum pajak adalah termasuk hukum publik (mengatur hubungan hukum antara negara dengan orang/badan termasuk badan hukum), yang merupakan kumpulan peraturan-peraturan yang dipergunakan untuk mengatur hubungan hukum antara Negara (fiscus) sebagai pemungut pajak dan masyarakat sebagai pembayar pajak. Hal itu, menunjukan bahwa di bidang perpajakan akan berhadapan dua subyek hukum, ialah Negara dengan masyarakat sebagai wajib pajak.


Aspek dan Kedudukan Hukum Pajak
Sumber: Pixabay

Tujuan Hukum Pajak

Tujuan hukum pajak secara umum, adalah menciptakan keadilan di dalam pemungutan pajak yang dilakukan oleh penguasa (negara) kepada masyarakat sebagai wajib pajak. Bahwa nilai adil di setiap Negara dalam pemungutan pajak berbeda, di dalam melakukan pemungutan pajak, keadilan merupakan hal yang sangat sulit dalam praktek pelaksanaannya, tetapi dengan adanya azas-azas yang menjiwai setiap hukum pajak, diharapkan pemungutan pajak dapat dilakukan secara baik dan tepat (proposional).

Ketika seseorang tidak bayar pajak padahal menikmati fasilitas umum yang dananya dari pajak, tentu menjadi tidak adil. Orang yang tidak bayar pajak pastinya akan melukai rasa keadilan. Sehingga aspek keadilan pajak tentu menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk memberikan pemahaman dan menanamkan dalam hati sanubari setiap orang. 

Kesadaran dan kepedulian memahami aspek keadilan pajak menjadi penting untuk terus disosialisasikan ke berbagai lapisan masyarakat. Akan tetapi hal tersebut berbeda dengan kebijakan pemungutan pajak yang didasarkan atas peraturan perundangundangan. Karena seseorang berkewajiban membayar pajak apabila telah memenuhi isi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Aspek penegakan hukum merupakan salah satu cara dalam menerapkan undangundang guna mewujudkan keadilan pajak. Ketika keadilan pajak tidak mampu dilakukan melalui pendekatan persuasif, tentunya aspek penegakan hukum melalui pemeriksaan maupun penyidikan adalah cara tepat mewujudkan keadilan pajak. 


Baca Juga :


Selain soal keadilan pajak, aplikasi moral mejadi bagian penting yang harus dilakukan oleh setiap pemangku kepentingan (stakeholders) pajak. Aplikasi moral itu sendiri pada hakekatnya adalah aplikasi melakukan kewajiban bayar pajak dengan cara benar.

Kedudukan Hukum Pajak 

Mengenai kedudukan Hukum Pajak dalam tata hukum Indonesia, PJA. Andriani menyatakan bahwa bagaimanapun juga lebih tepat memberi tempat sendiri untuk Hukum Pajak di samping (sederajat dengan) Hukum Administrasi Negara. Dasar pertimbangan pendapat yang menyatakan bahwa Hukum Pajak harus ditempatkan sejajar dengan Hukum Administrasi Negara (HAN) tersebut adalah : 
  1. Tugas Hukum Pajak bersifat lain dari pada Hukum Administrasi Negara pada umumnya. 
  2. Hukum pajak dapat secara langsung digunakan sebagai sarana politik perekonomian. 
  3. Hukum pajak memiliki tata tertib dan istilah-istilah yang khas untuk bidang pekerjaannya.

Kedudukan hukum pajak di sini terbagi dalam kedudukan hukum pajak dalam tatanan hukum nasional dan kedudukan hukum pajak di Indonesia itu sendiri. Berikut merupakan pembagian dari hukum pajak tersebut:

Kedudukan Hukum Pajak dalam Tatanan Hukum Nasional 

Pembagian hukum sesuai civil law system (sistem hukum Romawi/Eropa Kontinental) memberikan pemisahan yang tegas antara hukum privat dan hukum publik. Hukum privat mengatur sekalian perkara yang berisi hubungan antara sesamawarga negara dalam kedudukasn yang sederajat, seperti masalah perkawinan, waris, keluarga, dan perjanjian. 

Sedangkan hukum publik mengatur kepentingan umum, seperti hubungan antara warga negara dengan negara. Hukum publik berkaitandengan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan serta bagaimananegara itu melaksanakan tugasnya.

Hukum pajak adalah bagian dari hukum administrasi, yang merupakan segenap peraturan hukum yang mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan sertawewenang dari lembaga-lembaga negara serta aparaturnya dalam melaksanakantugas administrasi. 

Jika hukum publik mengatur hubungan antara pemerintah (selaku penguasa) dengan rakyatnya, hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintahselaku pemungut pajak dengan rakyatnya sebagai Wajib Pajak.

Dalam kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa berdasarkan perkembangan dan kebutuhan negara akan pajak, Undang-undang Pajak mengalamiperubahan (tax reform). Sebagai konsekuensinya, ternyata tidak disadari hukum pajaktelah memisahkan diri dari hukum administrasi. 

Secara tegas dikatakan, bahwa hukum pajak bukan lagi bagian hukum administrasi, melainkan kedudukannya sama dalamkajian ilmu hukum. Dasar pemisahan hukum pajak dari hukum administrasi dapatditinjau dari faktor-faktor berikut:
  1. Sumber hukum pajak berbeda dengan sumber hukum administrasi; 
  2. Objek kajian hukum pajak adalah pajak, sedangkan objek kajian hukum administrasi adalah ketetapan yang bersegi satu yang ditetapkan oleh pejabat tata usaha negara (administrasi negara); 
  3. Subjek hukum pajak adalah Wajib Pajak, sedangkan subjek hukum admiistrasi adalah pejabat tata usaha negara yang menerbitkan ketetapan yang menimbulkan sengketa; 
  4. Penyelesaian sengketa pajak merupakan kompetensi absolut Pengadilan Pajak, sedangkan penyelesaian sengketa administrasi merupakan kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara; 
  5. Hukum acara yang digunakan adalah hukum acara peradilan pajak, sedangkan hukum acara yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa tata usaha adalah hukum acara peradilan tata usaha negara.

Kedudukan Hukum Pajak di Indonesia 

Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia menganut paham imperative. Artinya, pelaksanaan pemungutan pajak tidak dapat ditunda. Ketika terjadi pengajuan keberatan terhadap Pajak oleh wajib pajak yang telah ditetapkan pemerintah, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak tentang keberatan diterima, maka wajib pajak terlebih dahulu harus membayar pajak sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah penjelasan kedudukan hukum perpajakan: 
  1. Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. 
  2. Hukum Publik dimana mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Antara lain terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara), Hukum Pajak, dan Hukum Pidana.

Berdasarkan dua poin di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak. Kewajiban Subjek Hukum sebagai salah satu pihak dalam suatu perikatan akan berhadapan dengan haknya.

Pengertian Utang dalam Hukum Perdata dapat mempunyai arti luas dan sempit. Utang dalam arti luas adalah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh yang berkewajiban sebagai konsekuensi dari perikatan, seperti menyerahkan barang, membuat lukisan, dan sebagainya. Dengan kata lain pengertian utang dalam arti luas ini adalah sama dengan perikatan. 

Utang dalam arti sempit adalah perikatan sebagai akibat dari perjanjian khusus yaitu utang piutang yang mewajibkan debitur untuk membayar (kembali) jumlah uang yang telah dipinjamnya dari kreditur. Pajak atau utang pajak tergolong dalam utang (uang) dalam arti sempit yang mewajibkan wajib pajak (debitor) untuk membayar suatu jumlah uang dalam kas negara (kreditor). 

Jadi utang pajak adalah utang yang timbulnya secara khusus, karena Negara (kreditor) terikat dan tidak dapat memilih secara bebas, siapa yang akan dijadikan debiturnya, seperti dalam hukum perdata. Hal ini terjadi karena utang pajak timbul karena undang-undang.

Pembagian Hukum Pajak 

Seperti halnya pada bentuk hukum yang lain seperti hukum perdata, hukum pidana, maka Hukum pajak dapat juga dibagi dalam Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil.

a. Hukum Pajak Materiil Hukum 

Pajak Materiil adalah kaidah-kaidah atau ketentuanketentuan dari suatu peraturan perundang-undangan pajak yang berkenaan  enga nisi dari peraturan perudang-undangan yang bersangkutan. Hukum Pajak Material menerangkan tentang Subjek, Objek atau tarip Pajak. Di samping itu juga menerangkan arti dari suatu istilah seperti arti penghasilan/barang kena pajak, bumi dan bangunan, dokumen, dan sebagainya.

Contoh bentuk Hukum Pajak Materiil :
  1. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 
  2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan. 
  3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

b. Hukum Pajak Formil

Hukum Pajak Formil adalah kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan dari suatu peraturan perundang-undangan pajak yang berkenaan dengan cara bagaimana Hukum Pajak Materiil dilaksanakan. 
Contoh bentuk Hukum Pajak Formil adalah :
  1. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. 
  2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Hukum Pajak Formil menerangkan tentang hak dan kewajiban wajib pajak, hak dan kewajiban fiscus, dan lain-lain.

Hak wajib pajak dapat dilihat dalam UUKUP, yaitu : 
  1. Meminta restitusi; 
  2. Mengajukan keberatan; 
  3. Mengajukan banding, dan lain-lain.

Kewajiban wajib pajak sebagaimana diuraikan dalam UUKUP adalah sebagai berikut : 
  1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  2. Mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) dengan benar; lengkap, jelas, dan menandatanganinya. 
  3. Mengadakan pencatatan atau pembukuan; 
  4. Membayar Pajak terhutang wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dan lain-lain.

Hak Fiskus diatur dalam UUKUP yaitu sebagai berikut : 
  1. Melakukan pemeriksaan; 
  2. Mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak; 
  3. Mengeluarkan Surat Tagihan Pajak; 
  4. Mengeluarkan Surat Paksa, dan lain-lain.

Kewajiban Fiskus yang ditetapkan dalam UUKUP adalah sebagai berikut : 
  1. Memberikan Keputusan atas keberatan pajak dari wajib pajak; 
  2. Mengembalikan kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak; 
  3. Merahasiakan wajib pajak , dsb.

Syarat-Syarat Pembuatan Hukum Pajak 

Syarat-syarat pembuatan hukum pajak adalah sebagai berikut:
  1. Syarat yuridis, menyatakan bahwa dalam pemungutan pajak harus dijamin adanya kepastian hukum (semisal: kepastian subyek pajak, obyek pajak maupun pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, dan sebagainya). 
  2. Syarat keadilan, dalam arti bahwa pemungutan pajak harus bersifat umum, merata dan menurut kekuatan. 
  3. Syarat ekonomis, bahwa secara ekonomis dapat diterima dalam arti pemungutan pajak tidak akan merusak sumber-sumber kemakmuran masyarakat. 
  4. Syarat finansial, bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih banyak jumlahnya dibanding dengan jumlah penerimaan pajak.

Advertisement

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ASPEK DAN KEDUDUKAN HUKUM PAJAK DI INDOENSIA"

Post a Comment