Materi PAI Kelas 5 SD Cita-Citaku Menjadi Anak Shalih

Apakah kamu pernah mendengar ada orang bercita-cita menjadi anak salih? Biasanya kalau ada anak ditanya “Apa cita-citamu Nak?”. Jawabannya selalu saja “menjadi dokter” atau “menjadi insinyur”, atau “menjadi pilot”. Nah, pelajaran ini menampilkan sesuatu yang baru, yang dipelopori oleh seorang anak bernama Amin. Si Amin bercita-cita menjadi anak salih. Walaupun kelak menjadi dokter, tetapi harus menjadi dokter yang salih, atau insinyur yang salih, dan pilot yang salih.

Materi PAI Kelas 5 SD Cita-citaku Menjadi Anak Shalih

Apa arti “cita-cita” itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cita-cita adalah “keinginan (kehendak) yang selalu ada di dalam pikiran, berkeinginan sungguh-sungguh”. Nah, demikianlah si Amin, selalu saja dalam pikirannya berkeinginan menjadi anak salih. Kemudian, siapa yang dinamakan anak salih itu? Apa ciri-cirinya?

Salih artinya baik. Anak salih berarti anak yang baik. Di antara ciri-ciri anak salih adalah taat kepada Allah Swt., jujur, hormat dan patuh kepada orang tua, hormat dan patuh kepada guru, setia kepada kawan, serta menghargai sesama.




A. ORANG JUJUR DISAYANG ALLAH SWT

Apakah kamu ingin disayang Allah Swt.? Jawabannya, tentu saja “ya”.
Berikut merupakan macam-macam perilaku jujur :

1. Jujur Kepada Allah swt

Jujur kepada Allah Swt. Ciri-cirinya selalu mentaati perintah Allah Swt. di mana pun dan kapan pun.

2. Jujur Kepada Diri Sendiri

Jujur kepada diri sendiri. Sikap jujur harus dibiasakan, karena kejujuran dapat meningkatkan prestasi dan percaya diri. Bagaimana dengan ketidakjujuran? Perilaku tidak jujur dapat mendatangkan petaka. Contoh, bagi siswa yang menyontek ketika ujian, mereka akan dinyatakan tidak lulus. Karena dengan kejujuran dapat meningkatkan prestasi dan percaya diri.

3. Jujur Kepada Orang Lain

Jujur kepada orang lain. Semua orang pasti pernah berjanji. Misalnya, seorang siswa berjanji kepada bapak/ibu gurunya akan menyerahkan tugas PR pada hari dan tanggal tertentu. Bila siswa tersebut memenuhi janjinya, maka gurunya akan senang dan memberikan pujian. Apa yang terjadi jika siswa tersebut tidak menepati janjinya? Maka siswa tersebut akan kehilangan kepercayaan dari orang lain.

B. HORMAT DAN PATUH KEPADA ORANG TUA DAN GURU

1. Hormat dan Patuh Kepada Orang Tua

Orang tua terdiri atas ayah dan ibu. Dari pernikahan mereka lahirlah anak, yaitu “kita”. Mulai dari dalam kandungan lebih kurang selama sembilan bulan lamanya hingga kini besar, merekalah yang mengasuh, mem bimbing, memberi makan minum dan pakaian, mendidik, serta mengajari mengaji dan menyekolah kan. Dalam membesar kan anaknya, mereka meng hadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Maka dari itu, mereka pun berdoa “ya Allah jadikanlah anakku ini orang salih yang taat kepada-MU dan patuh kepada orang tuanya, serta berguna bagi bangsa dan negara”.

Begitulah harapan ayah-ibu kita. Mereka tak pernah berhenti berdoa agar anaknya berperilaku salih. Jasa mereka tidak akan pernah dapat dibalas. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah kita sebagai anak menaruh hormat, setia, dan patuh kepada mereka.

2. Hormat dan Patuh Kepada Guru

Guru adalah pengganti orang tua di sekolah. Banyak hal yang dapat kita peroleh dari guru, terutama mendapat ilmu pengetahuan dan keteladanan. Guru telah megajari dan membimbing kita beribadah dan membaca al-Qur’an, berbahasa yang baik, berhitung, bergaul, mengenal lingkungan alam, serta mengenal seni dan sebagainya. Selain itu, ia juga mengasuh, membimbing, memperhatikan, dan menjaga muridnya selama berada di sekolah. Begitulah jasa mereka kepada kita. Sudah seharusnya kita bersikap setia, hormat dan patuh kepada mereka.

Contoh-contoh sikap hormat kepada guru: berbicara dengan sikap santun, berbahasa yang baik dan benar, rendah hati, tidak sombong dan tidak merasa lebih pintar.

C. INDAHNYA SALING MENGHARGAI

Semua manusia di dunia ini bermula dari Ādam a.s. Kemudian manusia berkembang, di antaranya adalah “kita”. Allah Swt. menciptakan manusia itu berbagai macam bentuk dan warna. Ada yang putih, ada yang hitam, tinggi, rendah, berambut keriting, dan berambut lurus, semua tidak ada yang serupa.

Demikian pula kehidupan manusia, ada yang kaya, dan ada yang miskin. Bangsa Indonesia misalnya, terdiri dari beragam suku, agama dan adat istiadat. Lalu, bagaimana kita hidup ditengah-tengah keberagaman itu? Tentu saja kita harus saling menghargai.

Sikap saling menghargai antara lain sebagai berikut :

1. Menghargai Pendirian Orang Lain

Di dalam agama islam terdapat sedikit perbedaan dalam beribadah. ,isalnya dalam ibadah solat subuh, adanya yang melakukan doan qunut dan ada yang tidak melakukannya. Semuannya itu tergantung pada pendirian masing-masing. Pendirian inilah yang harus kita hargai, karena semua ada tuntunannya. Yang terpenting adalah dilaksankannya solat subuh sesaui dengan tuntunan islam yang diyakininnya. Mereka yang bergunut dan tidak berqunut tetap saja sah solat subuhnya.

2. Menghargai Keyakinan Orang Lain

Ahmad bertempat tinggal satu lingkungan dengan stevans. Mereka juga belajhar di sekolah yang sama. Ahmad beragama islam, sedangkan stevanus beragama Kristen. Dalam berteman mereka selalu rukun, dan saling menghargai sekalipun berbeda agama. Di pagi hari minggu mereka selalu bermain bola dengan teman-temannya yang lain. 

Namun  pada suatu pagi stevanus menghampiri Ahmad dan minta maaf karena tidak dapat bermain bersamanya. Ayah stevanus mengajaknya pergi ke gerja. Ahmad tidak mempersoalkannya, dan menghagrai sikap stevanus untuk pergi ke gereja Bersama ayahnya.

3. Menghargai Pendapat Orang Lain

Pada hari selasa, siswa kelas lima belajar kelompok membahas tentang “sikap anak tehadap orang tua, yaitu ayah dan ibu”. Siswa kelas lima dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok satu dimpin oleh Ahmad, sedangkan anggotanya adalah Iwan, Habibi, Dino, Ira, NIsa, dan Ilham. Dalam belajar kelompok, masing-masing siswa mengemukakan pendapatnya tentang bagaimana seharunya bersikap terhadap orang tua. 




Sebagai contoh dalam belajarn kelompok yang dipimpin oleh Ahmad, Nisa mengatakan “Harus ikut membantu pekerjaan rumah”. Habibi mengatakan “Tidak boleh keluar rumah tanpa seizin orang tua”. Dan Ilham mengatakan “Dirumah tugasku hanya belajar saja “. Kemudian Iwan mengatakan “Yang penting aku tidak boleh menginggalkan solat dan mengaji”. Ahmad sebagai pimpinan diskusi cukup bijaksana. Semua pendapat dihargai dan dihimpunnya secara tertulis. Kemudia dia mengajak teman-teman kelompoknya merangkun bebagai pendapat tersebut.

Advertisement

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Materi PAI Kelas 5 SD Cita-Citaku Menjadi Anak Shalih"

Post a Comment