Perkembangan Kognitif Peserta Didik: Pengertian, Karakteristik, Komponen dan Faktor

Pengertian Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif di lingkungan sekolah. Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu: 

1. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun). 

Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja

2. Tahap praoperasional (2-4 tahun). 

Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berpikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas

3. Tahap operasional konkrit (7-11 tahun)

Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi

4. Tahap operasonal formal (11-15 tahun) 

Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berpikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah (Mu’min 2013).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya.

Salah satu aspek perkembangan kognitif yang sangat penting bagi proses belajar peserta didik di sekolah yaitu keterampilan kognitif, yakni suatu kemampuan menata dan menggunakan pikiran dalam mengolah informasi, baik dalam belajar maupun tidak. Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. 

Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Pixabay.com


Karakteristik Kemampuan Proses dan Keterampilan Kognitif Peserta Didik

Proses kognitif dapat diterangkan dengan pendekatan sistem pemrosesan informasi. Inti dari pendekatan pemrosesan informasi ini adalah proses memori dan proses berpikir. Menurut pendekatan ini, anak-anak secara bertahap mengembangkan kapasitasnya untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks. 

Uraian berikut menjelaskan beberapa konsep tentang kemampuan kognitif anak yang terkait perkembangan proses kognitifnya, seperti persepsi, memori dan atensi.

1. Persepsi

Istilah persepsi berasal dari kata ‘perception’, yang berarti tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya (KBBI Daring). Dari pengertian itu, dapat dipahami bahwa persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memperoleh dan mengintrepetasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh sistem alat indera manusia. 





Meskipun persepsi bergantung pada indra manusia, proses kognitif yang ada pada diri manusia akan memungkinkan terjadinya proses penyaringan, perubahan atau modifikasi dari stimulus yang ada. 

Persepsi adalah proses kognitif yang kompleks untuk menghasilkan suatu gambaran yang unik tentang realitas yang barangkali sangat berbeda dengan kenyataan sesungguhnya (Akbar 2015). Persepsi meliputi suatu interaksi rumit yang melibatkan setidaknya tiga komponen utama, yaitu: seleksi, penyusunan dan penafsiran.

Walgito (2010) menyatakan bahwa persepsi terjadi melalui tahap-tahap berikut: 
  1. Tahap Pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia
  2. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
  3. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor
  4. Tahap keempat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.

2. Memori (Ingatan)

Memori adalah sistem kognitif manusia yang mempunyai fungsi menyimpan informasi atau pengetahuan. Suharnan menyatakan bahwa: “Ingatan atau memori menunjukkan pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi sepanjang waktu (maintaining information over time)” (Suharnan 2005). 

Sedangkan Santrock mendefinisikan memori sebagai retensi (ingatan) informasi dari waktu ke waktu, dengan melibatkan encoding (pengkodean), storage (penyimpanan), dan retrieval (pengambilan kembali) (Santrock 2009). Tipe memori dibagi menjadi tiga, yakni :

1. Memori sensoris (pencatat indrawi). 

Reseptor adalah komponen-komponen sistem indrawi untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mencium. Pola aktivitas netral yang dihasilkan (informasi) ketika stimulan mencapai reseptor kemudian diproses melalui pencatatan indrawi hanya sekitar seperempat detik. 

Meskipun dalam tempo waktu yang sangat singkat, kita berkesempatan menyeleksi informasi guna pemrosesan lebih lanjut. Karena catatan indrawi menghadirkan segala sesuatu secara singkat, maka kita memiliki satu kesempatan untuk memaknainya dan mengorganisirnya melalui persepsi.

2. Memori jangka pendek. 

Memori jangka pendek merupakan system memori berkapasitas terbatas dimana informasi hanya dapat dipertahankan sekitar 30 detik, kecuali informasi tersebut diulangi atau diproses lebih lanjut sehingga dapat bertahan lebih lama.

3. Memori jangka panjang. 

Memori jangka panjang merupakan tipe memori dengan penyimpanan banyak informasi dalam rentang waktu yang lama dan relative permanen. Selama tahun-tahun usia sekolah, anak-anak menunjukkan perubahan-perubahan penting dalam bagaimana mereka mengorganisasikan dan mengingat informasi. 

Selama masa awal kanak-kanak, memori jangka pendek mereka telah berkembang dengan baik. Namun setelah anak-anak berusia 7 tahun tidak terlihat adanya peningkatan yang berarti. Cara-cara mereka memproses informasi menunjukkan keterbatasan-keterbatasan dibandingkan dengan orang dewasa. 

Berbeda halnya dengan memori jangka panjang, terlihat adanya peningkatan seiring dengan penambahan usia selama masa usia sekolah. Ini dikarenakan memori jangka panjang sangat bergantung pada kegiatan-kegiatan belajar individu ketika mempelajari dan mengingat informasi.

3. Atensi (Perhatian)

Atensi merupakan sebuah konsep multi-dimensional yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam sistem kognitif. Menurut Chaplin atensi adalah konsentrasi terhadap aktivitas mental (Chaplin 2002). 

Sedangkan Margaret W. Matlin menggunakan istilah atensi untuk merujuk pada konsentrasi terhadap suatu tugas mental, dimana individu mencoba untuk meniadakan stimulus lain yang menanggapi (Matlin 1994, 43).

Atensi pada anak telah berkembang sejak masa bayi. Aspek-aspek atensi yang berkembang selama masa bayi ini memiliki arti yang sangat penting selama tahun-tahun prasekolah. Penelitian telah menunjukkan bahwa hilangnya atensi (habituation) dan pulihnya atensi (dishabituation) diukur pada 6 bulan pertama masa bayi, berkaitan dengan tingginya kecerdasan pada tahun-tahun prasekolah. 

Para ahli psikologi perkembangan meyakini bahwa perubahan ini mencerminkan suatu pergeseran

pengendalian kognitif perhatian sehingga anak-anak bertindak kurang impulsif. Aspek-aspek atensi meliputi:
  1. Reseptor adjustment, penyesuaian alat indra terhadap objek yang menjadi perhatianya
  2. Postural adjustment, penyesuaian sikap tubuh terhadap objek yang menjadi perhatiannya adalah yang menarik perhatianya.
  3. Muscle tention, adanya tegangan otot, dalam hal ini berhubungan dengan adanya perhatian, disitulah adanya pemusatan energi
  4. Central nervous adjustment, penyesuaian saraf pusat dalam melakukan perhatian. Hal ini dikarenakan dalam setiap penyesuaian, mekanisme saraf pusat yang mengaturnya.
  5. Increases clearness, semakin jelas objek yang menjadi perhatian, akan semakin menarik perhatian individu.

Faktor yang mempengaruhi Atensi ada dua yaitu faktor internal berupa Motives / needs, preparatory set (kesiapan untuk berespon), interest (menaruh perhatian pada yang diminati) dan faktor eksternal berupa intensitas dan ukuran, contrast dan novelty, repentition / pengulangan, movement /gerakan.

Komponen Keterampilan Kognitif Peserta Didik

Antara peserta didik satu dengan peserta didik lainnya mengalami proses kognitif yang sama namun kemampuannya yang berbeda-beda. Begitu pula dengan keterampilan kognitifnya. Itulah salah satu yang menyebabkan tiap peserta didik memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Terdapat beragam kecenderungan kemampuan keterampilan kognitif peserta didik, yakni metakognitif, strategi kognitif, gaya kognitif, dan pemikiran kritis.

1. Metakognitif

Metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi atau pengetahuan tentang pikiran dan cara kerja. Metakognitif merupakan suatu proses menggugah rasa ingin tahu karena individu menggunakan proses kognitif untuk merenungkan proses kognitifnya sendiri. 

Metakognitif tidak sama dengan kognitif atau proses berpikir (seperti membuat perbandingan, ramalan, menilai, membuat sintesis atau menganalisis). Sebaliknya metakognitif merupakan suatu kemampuan dimana individu berdiri di luar kepala dan mencoba untuk memahami cara ia berfikir atau memahami proses kognitif yang dilakukan, dengan melibatkan komponen-komponen perencanaan (functional planning), pengontrolan (self monitoring), dan evaluasi (self evaluation). Komponen Metakognitif terdiri dari pengetahun metakognisi dan aktivitas kognisi.

a. Pengetahuan metakognisi meliputi usaha monitoring dan refleksi

Refleksi membutuhkan pengetahuan faktual tentang tugas, tujuan-tujuan atau diri sendiri dan pengetahuan strategis tentang bagaimana dan kapan menggunakan prosedur- prosedur tertentu untuk memecahkan masalah. 

Sedangkan aktivitas metakognitif meliputi penggunaan self a wareness dalam menata dan menyesuaikan strategi yang digunakan selama berpikir dan memecahkan masalah.

Menurut John Flavell (dalam Desmita 2010, 134) pengetahuan metakognitif secara umum dapat dibedakan menjadi 3 variabel, yaitu: 
  1. variabel individu, mencakup tentang person, manusia (diri sendiri dan juga orang lain), yang mengandung wawasan bahwa manusia, termasuk saya sendiri, memiliki keterbatasan dalam jumlah informasi yang dapat diproses. Dalam variabel individu ini tercakup pula pengetahuan bahwa kita lebih paham tentang suatu bidang dan lemah dibidang lain. 
  2. variabel tugas, mencakup pengetahuan tentang tugas- tugas (teks), yang mengandung wawasan bahwa beberapa kondisi sering menyebabkan kita lebih sulit atau lebih muda memecahkan suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas
  3. variabel strategi, mencakup pengetahuan tentang strategi, pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana mengatasi kesulitan. Variabel strategi ini mengandung wawasan seperti beberapa langkah kognitif akan menolong saya menyelesaikan sejumlah besar tugas kognitif (mengingat, mengomunikasikan, dan membaca).

b. Aktivitas kognisi disebut juga pengaturan kognisi (regulator of cognition)

Dalam hal ini mencakup usaha-usaha siswa memonitor, mengontrol, atau menyesaikan proses kognitifnya dan merespons tuntutan tugas atau perubahan kondisi. 

Aktivitas kognisi secara tipikal juga dipandang sebagai upaya untuk meregulasi atau menata kognisi yang mencakup perencaan (planning) tentang bagaimana menyelesaikan suatu tugas, menyeleksi strategi kognitif yang akan digunakan, memonitor keefektifan strategi yang telah dipilih, dan memodifikasi atau mengubah strategi yang digunakan ketika menemui masalah.

2. Strategi Kognitif

Strategi kognitif merupakan salah satu kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh seseorang peserta didik dalam belajar atau memecahkan masalah. Strategi kognitif merupakan kemampuan tertinggi dari domain kognitif, setelah analisis, sintesis, dan evaluasi. 

Menurut Gagne (dalam Pannen 1997, 3–4), strategi kognitif adalah kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu siswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Strategi kognitif didasarkan pada paradigma konstruktivisme dan pengalaman-pengalaman praktis dilapangan. 

Hakikat dari paradigma konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi. Siswa ideal menurut paradigma ini adalah seorang pelajar yang memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri (self regular learner). 

Self regulated learner adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar yang efektif atau biasa disebut academic learning skill, yang dipadu dengan kontrol diri dan motivasi yang tetap terpelihara.

Terdapat berbagai jenis strategi kognitif yang digunakan oleh peserta didik dalam belajar dan memecahkan masalah, yaitu :

a. chunking. 

Strategi chunking dilakukan dengan cara mengorganisasikan materi secara sistematis melalui proses mengurutkan, mengklasifikasikan, dan menyusun. Strategi ini dipandang dapat membantu peserta didik dalam mengelolah informasi yang sangat banyak atau proses yang sangat kompleks. 

b. spatial. 

Strategi spatial merupakan strategi untuk menunjukkan hubungan antara satu hal dengan hal yang lain. Strategi ini meliputi strategi pembingkaian (framing), dan pemetaan kognitif (congnitive mapping). 

c. Multipurpose

Multipurpose merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain rehearsal, imagery, dan mnemonics (Pannen 1997).

3. Gaya Kognitif

Gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam penggunaan fungsi kognitif (berfikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi dan memproses informasi, dan seterusnya) yang bersifat konsisten dan berlangsung lama. 

Menurut Woolfolk didalam gaya kognitif terdapat suatu cara yang berbeda untuk melihat, mengenal, dan mengorganisir informasi (Woolfolk 1997). Setiap individu akan memilih cara yang lebih disukai dalam memproses dan mengorganisasi informasi sebagai respons terhadap stimuli lingkungannya. 

Kemungkinan ada individu yang memberikan respons lebih cepat, tetapi ada pula yang lebih lambat. Cara-cara memberi respons terhadap stimuli ini berkaitan erat dengan sikap dan kualitas personal. Gaya kognitif merupakan pola yang terbentuk dari cara individu memproses informasi, yang cenderung stabil dan dicapai dalam jangka waktu yang cukup lama, meskipun ada kemungkinan untuk berubah.

Dengan demikian, gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar, yakni sifat-sifat fisiologis, kognitif, dan afektif yang relatif tetap, yang menggambarkan bagaimana peserta didik menerima, berinteraksi dan merespon lingkungan belajar, atau semacam kecenderungan umum, sengaja atau tidak, dalam memproses informasi dengan menggunakan cara-cara tertentu. 

Singkatnya, dalam pengertian daya belajar, gaya kognitif dapat diartikan sebagai ciri khas individual peserta didik dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar.

Para ahli psikologi dan pendidikan berbeda pendapat dalam mengemukakan bentuk-bentuk gaya kognitif yang digunakan oleh peserta didik. Pertama, terdapat gaya kognitif impulsif dan reflektif. Gaya impulsif dan reflektif menunjukkan tempo kognitif atau kecepatan berpikir. 

Menurut Santrock “impulsivity is a cognitive style in which individuals act before they think”. Sedangkan “reflection is a cognitive style in which individuals think before they act, usually scanning information carefully and slowly” (Santrock 2009). 

Dibandingkan dengan peserta didik yang impulsif, peserta didik yang reflektif lebih mungkin melakukan tugas-tugas seperti: mengingat informasi yang terstruktur, membaca dengan memahami dan menginterpretasikan teks, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

Kedua, terdapat gaya kognitif field dependent dan field independent. Kedua gaya ini merupakan tipe gaya kognitif yang mencerminkan cara analisis seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Individu dengan gaya field dependent cenderung menerima suatu pola sebagai suatu keseluruhan.

Mereka sulit memfokuskan pada satu aspek dari suatu situasi, atau menganalisa pola menjadi bagian-bagian yang berbeda. Sebaliknya individu dengan gaya field independent lebih menerima bagian-bagian terpisah dari pola menyeluruh dan mampu menganalisa pola kedalam komponen-komponennya. 

Individu dengan gaya kognitif field Indepent lebih baik dari individu field dependent. Bahkan hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa peserta didik yang memiliki gaya kognitif field Indepent lebih unggul daripada gaya kognitif field dependent dalam perolehan belajar. 

Tetapi, individu dengan field dependent memiliki kemampuan lebih dalam menganalisis informasi yang kompleks, yang tak terstruktur dan mampu mengorganisasinya untuk memecahkan masalah.

4. Pemikiran Kritis

Pemikiran kritis merupakan kemapuan untuk berpikir secara logis, reflektif, dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang baik. 

Berpikir kritis berarti merefleksikan permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan), serta berpikir secara reflektif ketimbang hanya menerima ide-ide dari luar tanpa adanya pemahaman dan evaluasi yang signifikan. 

Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika Galotti (dalam Santrock 2009) menempatkan critical thinking is a very important aspect of everyday reasoning, dengan alasan demikian, ia menegaskan “critical thinking can and should be used not just in the classroom, but outside it as well’’.
Beberapa karakteristik yang diperlukan dalam pemikiran kritis atau membuat pertimbangan, yaitu: 
  1. kemampuan untuk menarik kesimpulan dari pengamatan
  2. kemampuan untuk mengidentifikasi asumsi
  3. kemampuan untuk berpikir secara deduktif
  4. kemampuan untuk membuat interpretasi yang logis
  5. kemampuan untuk mengevaluasi argumentasi mana yang lemah dan yang kuat.

Menurut Beyer (dalam Nur dan Wikandari 2000) setidaknya terdapat 10 kecakapan berpikir kritis yang dapat digunakan peserta didik dalam mengajukan argumentasi atau membuat pertimbangan yang absah (valid), yaitu:
  1. Keterampilan membedakan fakta-fakta yang dapat diverifikasi dan tuntutan nilai-nilai yang sulit diverifikasi (diuji kebenarannya).
  2. Membedakan antara informasi, tuntunan atau alasan yang relevan dengan yang tidak relevan.
  3. Menentukan kecermatan factual (kebenaran) dari suatu pernyataan
  4. Menentukan kredibilitas (dapat dipercaya) dari suatu sumber.
  5. Mengidentifikasi tuntutan atau argument yang mendua
  6. Mengidentifikasi asusmsi yang tidak dinyatakan.
  7. Mendeteksi bias (menemukan penyimpangan).
  8. Mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan logika.
  9. Mengenali ketidakkonsistenan logika dalam suatu alur penalaran.
  10. Menentukan kekuatan suatu argumen atau tuntutan.

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Perkembangan kognitif, secara umum dipengaruhi dua faktor utama, yakni hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu tidak terpisah secara sendiri sendiri melainkan saling terhubung (Asrori 2012).

1. Faktor hereditas

Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial, anak telah membawa kemungkinan kecenderungan intelektualnya pada taraf tertentu. 

Namun potensi ini tidak bisa berkembang tanpa adanya peran lingkungan. Misalnya anak tersebut terlahir dari keluarga yang otaknya cerdas namun anak ini tidak mendapatkan stimulasi atau pendidikan maka kecerdasannya itu tidak akan nampak.

2. Faktor lingkungan

Terdapat dua faktor lingkungan yang sangat besar peranannya yakni keluarga dan sekolah. Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak dan menjadi alat bagi anak untuk berfikir. 

Begitu pula di sekolah. Peran guru sangat menentukan perkembangan kognitif anak. Semakin banyak stimulasi yang diberikan maka semakin berkembang pula kognitif dari peserta didik tersebut.

Selain dua faktor di atas, faktor lain yang mempengaruhi adalah 
  1. faktor kematangan tiap organ (fisik maupun psikis), yaitu kesanggupan tiap organ menjalankan fungsinya masing-masing dapat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif
  2. faktor keterbukaan, yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi
  3. faktor minat dan bakat, yang mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi
  4. faktor kebebasan, yaitu keleluasaan individu untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahakan masalah-masalah (Hijriati 2016, 45).




Strategi Guru dalam Membantu Proses Perkembangan Kognitif

Beberapa strategi yang dapat digunakan guru dalam membantu peserta didik mengembangkan proses-proses kognitifnya antara lain:
  1. Ajak peserta didik memfokuskan perhatian dan meminimalkan gangguan. Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang penting
  2. Bantu peserta didik untuk membuat isyarat atau petunjuk sendiri atau memahami satu kalimat yang perlu mereka perhatikan. Gunakan komentar instruksional, seperti: “Baik, mari kita diskusikan...!” “Sekarang perhatikan...!” dan buat pembelajaran menjadi menarik.
  3. Gunakan media dan teknologi secara efektif sebagai bagian dari pembelajaran di kelas. Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses pembelajaran lebih menyenangkan, mengurangi kejenuhan, dan meningkatkan perhatian.
  4. Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model tempat duduk, atau berpindah setting ruangan. Ubah jalur indrawi dengan memberi satu pelajaran yang mengharuskan peserta didik menyentuh, membuai, atau merasakan.
  5. Hindari perilaku yang membingungkan dan dorong peserta didik untuk mengingat materi pembelajaran secara lebih mendalam, bukan mengingat sepintas lalu.
  6. Bantu peserta didik menata informasi yang akan dimasukkan ke dalam memori, serta memahami dan mengombinasikan informasi tersebut.
  7. Latih peserta didik menggunakan strategi mnemonic.

Upaya Guru dalam Membantu Proses Perkembangan Kognitif

upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan kognisi peserta didik antara lain:
  1. Guru harus mengajar dan menganjurkan kepada peserta didik untuk menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
  2. Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan, dan bagaimana menggunakan strategi untuk mempelajari tugas-tugas baru dan sulit. Penelitian tentang pelatihan strategi belajar menunjukkan adanya kemajuan belajar secara subtansial setelah peserta didik mengikuti training ini di sekolah (Desmita 2010)
  3. Menunjukkan strategi belajar dan mendorong peserta didik untuk menggunakan strateginya sendiri
  4. Mengidentifikasi situasi-situasi terkait kemungkinan suatu strategi dapat digunakan dalam belajar
  5. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk belajar sendiri dengan sedikit atau tanpa bantuan dari guru.
  6. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi belajarnya sendiri dan menolong dirinya sendiri mengembangkan mekanisme belajar yang efektif
  7. Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengakses hasil belajarnya sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang telah dikerjakannya dan apa yang belum diketahuinya.

Itulah pembahasan materi tentang PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK yang mimin ambil dari modul Perkembangan Peserta Didik KB 2 PPPG Guru PAI. Semoga bermanfaat dan mudah untuk dipahami yah temen-temen.

Advertisement

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perkembangan Kognitif Peserta Didik: Pengertian, Karakteristik, Komponen dan Faktor"

Post a Comment