Korupsi Dalam Perspektif Sosial dan Budaya: Pengertian, Sebab, Bentuk, dan Upaya Penanggulangan Tindakan Korupsi

Pengertian Korupsi Menurut Perspektif Sosial

Pengertian Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. 

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Perbuatan melawan hukum
  2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
  3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
  4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
  5. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan
  6. Penggelapan dalam jabatan
  7. Pemerasan dalam jabatan
  8. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara
  9. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah atau pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. 

Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujurpun tidak ada sama sekali.






Korupsi yang muncul di bidang sosial bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. 

Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas atau kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Korupsi Dalam Perspektif Sosial dan Budaya
Pixabay.com

Pengertian Korupsi dan Desentralisasi

Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia. 

Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. 

Namun, juga sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya pungutan-pungutan yang lahir melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. 

Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, investor menahan diri untuk masuk ke daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan sedikit praktek korup. Akibat itu semua, kemiskinan meningkat karena lapangan pekerjaan menyempit dan pembangunan ekonomi di daerah terhambat.

Pengertian Korupsi Menurut Perspektif Budaya

Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang silih berganti. Korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang berlaku di masyarakat. 

Korupsi di Indonesia telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Melihat realita tersebut timbul public judgement bahwa korupsi adalah manisfestasi budaya bangsa.

Budaya (Bahasa Sansekerta yaitu Buddhaya, kata jamak dari kata Buddhi) artinya adalah segala hal yang berhubungan dengan budi dan akal manusia. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan perilaku positif yang berasal dari akal budi manusia. 

Jika parameternya adalah akal budi, maka perilaku yang dihasilkan oleh budaya mempunyai unsur kebaikan dan memberikan manfaat untuk masyarakat.

Mari’c Muhammad (Mantan Menteri Keuangan pada Kabinet Pembangunan VI pada masa Pemerintahan Orde Baru) mengatakan bahwa tindakan korupsi di Indonesia sudah menjadi sebuah budaya. Dalam perspektif budaya, hukum korupsi menunjukan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma, baik itu kejujuran, sosial, agama atau hukum. 

Korupsi sendiri digolongkan serious crime karena mampu mengganggu hak ekonomi dan hak sosial masyarakat dan negara dalam skala besar.

Di Indonesia korupsi telah menjadi kebiasaan sejak zaman lampau. Korupsi menjadi tradisi dalam corak birokrasi patrimonial, yang mengejewantahkan bentuknya dalam sistem masyarakat feudal. Corak dan sistem seperti ini tetap dipertahankan sebagai suatu kewajaran, justru karena masyarakat memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar telah terjadi sejak dahulu, sesuatu yang terwariskan. 

Korupsi di Indonesia telah ada dari dulu sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era orde lama, orde baru, berlanjut hingga era reformasi.

Perilaku korupsi bisa saja dianggap perbuatan wajar jika masyarakat sudah bersikap permisif terhadap korupsi dan tidak membangun sikap anti korupsi. Kesadaran akan sikap anti korupsi dapat hadir, apabila didukung dengan pola budaya masyarakat yang juga anti terhadap korupsi. 

Penting halnya bagi masyarakat dan penyelenggara negara mendapatkan edukasi yang baik mengenai istilah korupsi dan perilaku-perilaku yang merujuk pada tindak korupsi. Mengapa hal itu penting? Karena yang terjadi di beberapa kasus adalah seseorang/sekelompok orang melakukan tindak pidana korupsi diakibatkan yang bersangkutan tidak mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah termasuk korupsi. 

Atau dikasus lain, seseorang atau kelompok melakukan tindak korupsi karena hal itu sudah dianggap lumrah dan wajar di lingkungan sekitarnya.

Kultur korupsi dimasyarakat terbentuk karena adanya kondisi yang memungkinkan atau terkadang memaksa untuk melakukan hal tersebut. Pola-pola yang ada di masyarakat berupa kesenjangan ekonomi, krisis kepercayaan, buruknya pelayanan birokrasi, penegakan hukum yang lemah, minimnya edukasi dan pendidikan anti korupsi, menjadikan perilaku korupsi adalah hal yang dianggap lumrah sebagai bentuk jawaban atas kesulitan yang sering masyarakat hadapi. 

Munculnya korupsi itu sendiri dipengaruhi oleh kebutuhan dan permintaan individu, dan kolektif dan juga didukung oleh lingkungan sosial budaya yang mewarisi tradisi korupsi, sehingga tak khayal pejabat pemerintah pun ikut terlibat dalam tindak pidana ini, sehingga memunculkan opini masyarakat akan korupsi merupakan sudah menjadi budaya.

Contoh korupsi dalam perspektif budaya:
  1. Rakyat memberi upeti pada penguasa agar mendapatkan perlindungan
  2. Penyalahgunaan kartu miskin/jamkesmas untuk mendapat fasilitas kesehatan gratis yang dilakukan masyarakat yang mampu
  3. Seorang petugas kesehatan merekomendasikan obat pesanan sponsor karena dia sudah menerima gratifikasi dari produsen obat

Kenyataan yang sedemikian rupa, tentulah menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi penegak hukum, penyelenggara negara, dan masyarakat awam dalam menyikapi budaya korupsi secara sadar atau pun tidak, telah dilestarikan sekian lama. 

Namun, menjadi sesuatu yang sulit jika mengupayakan membasmi budaya korupsi hanya dengan pendekatan hukum pidana semata. Cara mengatasi sesuatu yang muncul karena enkulturasi adalah dengan membangun pemaknaan baru tersebut. Jika merujuk pada budaya korupsi, maka harus dibangun pemaknaan baru yaitu sikap dan semangat anti korupsi. 

Sikap anti korupsi ini ditularkan melalui enkulturasi budaya melalui lembaga-lembaga sosialisasi yang ada, semisal keluarga, media massa, tokoh masyarakat dan tokoh agama, apparat penegak hukum, dan lain sebagainya.

Peran masyarakat dalam memberantas korupsi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. Strategi preventif, masyarakat berperan aktif mencegah terjadinya perilaku koruptif, misalnya dengan tegas menolak permintaan pungutan liar dan membiasakan melakukan pembayaran sesuai dengan aturan. 

Strategi detektif, masyarakat diharapkan aktif melakukan pengawasan sehingga dapat mendeteksi terjadinya perilaku koruptif sedini mungkin. Selanjutnya adalah strategi advokasi, masyarakat aktif melaporkan tindakan korupsi kepada instusi penegak hukum dan mengawasi proses penanganan perkara korupsi.

Sebab-Sebab Terjadinya Korupsi

Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi:
  1. Konsentrasi kekuasaan diambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik
  2. Kurangnya transparansi dipengambilan keputusan pemerintah
  3. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
  4. Lemahnya ketertiban hukum
  5. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.

Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan Korupsi

Bentuk-bentuk penyalahgunaan korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan,pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
  1. Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan. Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan
  2. Sumbangan kampanye dan "uang haram" Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi. Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi sosial.

Dampak Negatif Adanya Korupsi

Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. 

Korupsi dipemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan dipembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum, dan korupsi dipemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. 

Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

1. Ekonomi. 

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. 

Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. 

Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. 

Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.


2. Kesejahteraan umum

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).






Upaya Penanggulangan Tindakan Korupsi

Ada beberapa kesimpulan tentang penanggulangan korupsi sebagai berikut:

a. Preventif

Berikut langkah preventif yang bisa dilakukan dalam penanggulangan tindakan korupsi:
  1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
  2. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya. 
  3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara. 
  4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan. 
  5. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. 
  6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.

b. Represif

Berikut langkah Represif yang bisa dilakukan dalam penanggulangan tindakan korupsi:
  1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi
  2. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.

Pidana (Pasal 2): Pertama, perbuatan seseorang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran- kelonggaran dari masyarakat. Kedua, menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.


Advertisement

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Korupsi Dalam Perspektif Sosial dan Budaya: Pengertian, Sebab, Bentuk, dan Upaya Penanggulangan Tindakan Korupsi"

Post a Comment